Kamis, 26 Juni 2014

Sutomo atau Bung Tomo lahir di Surabaya Jawa Timur pada tanggal 3 Oktober 1920. Sutomo dilahirkan di Kampong Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menenga. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah atau sebagai staf pribadi kecil di perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahaan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang.
Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda dan Madura. Ayahnya adalah seorang yang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai  polisi di kantor praja, dan pernah pula menjadi anggota Serikat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer. Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu.
Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus. Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalisme yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika menjadi orang ke-2 di Hindia, Belanda yang mencapai peringkat pandu garuda. Sebelum pendidikannya ke Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai 3 orang Indonesia. Sutomo pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses.
Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan social. Ketika ia dipilih pada tahun 1944 untuk menjadi anggota gerakan rakyat baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorangpun mengenal dia, namun semua ini mempersiapkan Sutomo untuk perangnya yang sangat penting, ketika pada Oktober dan November 1945 ia menjadi salah satu pemimpin yang menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya yang pada waktu itu diserang habis-habisan oleh tentara NICA.
Sutomo dikenang sekali karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radio yang penuh dengan emosi. Meskipun Indonesia kalah dalam pertempuran 10 November itu kejadian ini tetap tercatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Tagged
Different Themes
Written by DM Voice

Kelompok santri dan santriwati Pondok Pesantren Darul Mujahadah yang menyukai kegiatan tulis menulis sebagai media dakwah dan jurnalistik santri.

0 komentar